Pages

Teori Penerapan dalam Pembelajaran

Masih terekam jelas slogan bahwa tujuan utama pendidikan adalah mencerdaskan anak bangsa. Depdiknas selaku pemangku system pendidikan nasional bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan pendidikan. Dan sudah selayaknya tujuan tersebut bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Baik kalangan masyarakat menengah ke atas maupun menengah ke bawah. Sebab, pemerintah sudah terlanjur berikrar mencerdaskan bangsa. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Namun, realitas tersebut tampaknya hanya seputar wacana. Sebab, sejak tahun 2003 pemerintah malah menerapkan undang-undang “kastanisasi” pendidikan yaitu pendidikan bukan untuk disamaratakan, namun dibuat berkelas-kelas. Misalnya masyarakat pribumi kelas menengah ke bawah bersekolah di sekolah rakyat, sedangkan anak para bangsawan dan priyai bersekolah disekolah bangsawan.
Dan adanya kastanisasi tersebut,perlunya menerapkan Teori Preskriptif dan Deskriptif bahwa teori pembelajaran adalah prespektif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal dan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memeriksa proses belajar. Dan teori ini dapat memecahkan masalah kastanisasi tersebut, karena teori pembelajaran menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seorang belajar. Teori pembelajaran sebaliknaya, yakni menaruh perhatian pada seseorang memengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Bukan mementingkan jutaan rupiah yang dianggap sebagai bentuk komersialisasi dan kapitalisasi pendidikan, yang hanya berpihak kepada orang-orang kaya. Sementara orang-orang miskin tersingkirkan sedemikian rupa dari akses pendidikan yang sebenarnya juga menjadi hak dan kebutuhan hidupnya.
Dan kita sebagai calon pendidik, dengan merujuk pada akar masalah yang telah diidentifikasi di atas, sesungguhnya mewujudkan sekolah dengan budgeting yang besar tetapi bisa diakses dengan murah oleh orang tua siswa sangatlah mungkin. Langkah pertama yang harus ditempuh oleh setiap sekolah adalah mengoptimalkan peran komite sekolah. Dan yang harus dilakukan oleh komite sekolah adalah menjalin jaringan kemitraan seluas mungkin. Dan inilah yang akan menjadi pintu gerbang alternatif sumber dana. Langkah kedua, sekolah harus kreatif dalam menghidupi dirinya sendiri dengan cara membangun perekonomian sekolah. Dan ini bisa dilakukan dengan mengoptimalkan peran koperasi sekolah dalam pemenuhan kebutuhan semua warga sekolah, selengkap mungkin.
Langkah ketiga, merupakan tanggung jawab pemerintah. Dan ini patut menjadikan pemikiran pemerintah. Pemerintah secara berani mengalokasikan anggaran untuk pendidikan. Minimal alokasi itu adalah 20% dari total anggaran sebagai yang diamanatkan Undang-Undang. Dan pemerintah bisa menggalang korporasi-korporasi yang ada di daerahnya yang secara khusus diarahkan untuk memajukan pendidikan daerah. Dari asumsi tersebut maka orang tua hanya menanggung 15% biaya yang dibutuhkan atau bahkan lebih rendah lagi. Seandainya langkah-langkah tersebut tidak berjalan, betapa mahalnya biaya pendidikan yang harus dibayar oleh masyarakat.
Alternatif teori lain yang saya gunakan adalah Teori Belajar Kognitif. Karena teori ini lebih menaruh perhatian pada peristiwa-peristiwa internal. Belajar adalah proses pemaknaan informasi dengan jalan mengaitkannya dengan struktur informasi yang telah dimiliki. Peristiwa belajar yang dialami manusia bukan semata masalah respon terhadap stimulus (rangsangan), melainkan adanya pengukuran dan pengarahan diri yang dikontrol oleh otak. Dalam aliran kognitif, penataan kondisi bukan sebagai penyembah terjadinya belajar, melainkan sekedar memudahkan belajar. Keaktifan individu dalam belajar menjadi unsur yang sangat penting dan menentukan kesuksesan belajar. Bukan semata-mata biaya mahal yang menentukan suatu kesuksesan. Munculnya cara belajar siswa aktif, keterampilan proses, dan penekanan pada berfikir produktif merupakan bukti bahwa teori ini telah merambah praktik pembelajaran.
(teori penerapan yang saya gunakan ini menurut survei langsung dan berdasarkan referensi dari beberapa media).
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar

Rabu, 08 Desember 2010

Teori Penerapan dalam Pembelajaran

Diposting oleh Ilma Ratna Iza di 13.09
Masih terekam jelas slogan bahwa tujuan utama pendidikan adalah mencerdaskan anak bangsa. Depdiknas selaku pemangku system pendidikan nasional bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan pendidikan. Dan sudah selayaknya tujuan tersebut bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Baik kalangan masyarakat menengah ke atas maupun menengah ke bawah. Sebab, pemerintah sudah terlanjur berikrar mencerdaskan bangsa. Oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Namun, realitas tersebut tampaknya hanya seputar wacana. Sebab, sejak tahun 2003 pemerintah malah menerapkan undang-undang “kastanisasi” pendidikan yaitu pendidikan bukan untuk disamaratakan, namun dibuat berkelas-kelas. Misalnya masyarakat pribumi kelas menengah ke bawah bersekolah di sekolah rakyat, sedangkan anak para bangsawan dan priyai bersekolah disekolah bangsawan.
Dan adanya kastanisasi tersebut,perlunya menerapkan Teori Preskriptif dan Deskriptif bahwa teori pembelajaran adalah prespektif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal dan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memeriksa proses belajar. Dan teori ini dapat memecahkan masalah kastanisasi tersebut, karena teori pembelajaran menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seorang belajar. Teori pembelajaran sebaliknaya, yakni menaruh perhatian pada seseorang memengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar. Bukan mementingkan jutaan rupiah yang dianggap sebagai bentuk komersialisasi dan kapitalisasi pendidikan, yang hanya berpihak kepada orang-orang kaya. Sementara orang-orang miskin tersingkirkan sedemikian rupa dari akses pendidikan yang sebenarnya juga menjadi hak dan kebutuhan hidupnya.
Dan kita sebagai calon pendidik, dengan merujuk pada akar masalah yang telah diidentifikasi di atas, sesungguhnya mewujudkan sekolah dengan budgeting yang besar tetapi bisa diakses dengan murah oleh orang tua siswa sangatlah mungkin. Langkah pertama yang harus ditempuh oleh setiap sekolah adalah mengoptimalkan peran komite sekolah. Dan yang harus dilakukan oleh komite sekolah adalah menjalin jaringan kemitraan seluas mungkin. Dan inilah yang akan menjadi pintu gerbang alternatif sumber dana. Langkah kedua, sekolah harus kreatif dalam menghidupi dirinya sendiri dengan cara membangun perekonomian sekolah. Dan ini bisa dilakukan dengan mengoptimalkan peran koperasi sekolah dalam pemenuhan kebutuhan semua warga sekolah, selengkap mungkin.
Langkah ketiga, merupakan tanggung jawab pemerintah. Dan ini patut menjadikan pemikiran pemerintah. Pemerintah secara berani mengalokasikan anggaran untuk pendidikan. Minimal alokasi itu adalah 20% dari total anggaran sebagai yang diamanatkan Undang-Undang. Dan pemerintah bisa menggalang korporasi-korporasi yang ada di daerahnya yang secara khusus diarahkan untuk memajukan pendidikan daerah. Dari asumsi tersebut maka orang tua hanya menanggung 15% biaya yang dibutuhkan atau bahkan lebih rendah lagi. Seandainya langkah-langkah tersebut tidak berjalan, betapa mahalnya biaya pendidikan yang harus dibayar oleh masyarakat.
Alternatif teori lain yang saya gunakan adalah Teori Belajar Kognitif. Karena teori ini lebih menaruh perhatian pada peristiwa-peristiwa internal. Belajar adalah proses pemaknaan informasi dengan jalan mengaitkannya dengan struktur informasi yang telah dimiliki. Peristiwa belajar yang dialami manusia bukan semata masalah respon terhadap stimulus (rangsangan), melainkan adanya pengukuran dan pengarahan diri yang dikontrol oleh otak. Dalam aliran kognitif, penataan kondisi bukan sebagai penyembah terjadinya belajar, melainkan sekedar memudahkan belajar. Keaktifan individu dalam belajar menjadi unsur yang sangat penting dan menentukan kesuksesan belajar. Bukan semata-mata biaya mahal yang menentukan suatu kesuksesan. Munculnya cara belajar siswa aktif, keterampilan proses, dan penekanan pada berfikir produktif merupakan bukti bahwa teori ini telah merambah praktik pembelajaran.
(teori penerapan yang saya gunakan ini menurut survei langsung dan berdasarkan referensi dari beberapa media).

0 komentar on "Teori Penerapan dalam Pembelajaran"

Posting Komentar